![]() |
Oleh : KH. Akhmad Khambali, SE, MM
Spirit Idhul Fitri memiliki nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam membangun clean and good government atau tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik. Idhul Fitri bukan sekadar perayaan, tetapi juga momentum untuk kembali kepada fitrah, yakni keadaan yang suci dan bersih, baik secara individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sebagaimana yang kita tahu saat ini kita berada dalam komitmen pemberantasan korupsi di tingkat paling rendah sepanjang sejarah. Lembaga penegak hukum justru menjadi sarangnya para koruptor. Sebut saja KPK, aparat kepolisian, dan kejaksaan, lembaga yang seharusnya terdepan dalam pemberantasan korupsi justru paling aktif melakukan pelanggaran kode etik dan bahkan korupsi berjamaah.
Mentalitas korupsi seakan melekat dan membudaya dalam kehidupan pejabat dan aparatur negara. Sehingga bila ditelusuri lebih jauh, hampir tidak bisa kita temui lembaga yang betul-betul bersih dari korupsi.
Dalam konteks ini, Idul Fitri bukan hanya momentum perayaan kemenangan setelah sebulan berpuasa, berma'af-ma'afan dan bersenang-senang serta hari makan-makan setelah sebulan berpuasa tetapi juga momen refleksi dan transformasi diri menuju pribadi yang lebih baik, jujur, dan bertanggung jawab. Dalam konteks pemerintahan, spirit Idul Fitri dapat menjadi inspirasi dalam membangun clean and good government yang bersih, transparan, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Spirit atau nilai Idul Fitri bisa menjadi titik balik setiap individu muslim untuk berubah kearah yang lebih baik, juga sangat relevan dalam membangun pemerintahan yang bersih dan tata kelola yang baik. Spirit Idhul Fitri menanamkan nilai-nilai :
1. Kejujuran dan Integritas
Tidak bisa diingkari saat ini kita mengalami defisit integritas dalam penyelenggaraan negara. Dampaknya adalah sulitnya membangun negara yang bersih dan tata kelola yang baik (clean and good government). Kalau penyelenggara bermental korup selamanya kita tidak akan pernah bisa menjadi negara maju atau mengklaim sebagai negara yang bersih dan baik. Kejujuran akan melahirkan integritas, sikap amanah dan penuh tanggung jawab pada jabatan sehingga harapan pemerintahan yang bersih dan baik akan mudah tercapai. Ini menjadi tantangan kita dalam bernegara, karena nilai kejujuran itu diabaikan dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan, kelakuan pejabat publik dan politisi-politisi yang bertindak despotik, tiranik dan sewenang-wenang terhadap masyarakat.
Idul Fitri mengajarkan umat Islam untuk selalu jujur dan menjaga integritas dalam setiap aspek kehidupan. Dalam konteks pemerintahan, kejujuran adalah fondasi utama dalam mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pemerintah yang bersih harus menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas.
Dalam Al-Qur'an, banyak ayat yang menekankan pentingnya kejujuran (ṣidq) dan integritas (amanah) sebagai prinsip utama dalam kehidupan, termasuk dalam pemerintahan yang bersih.
1. Kejujuran (الصِّدْقُ / Aṣ-Ṣidq)
Allah memerintahkan manusia untuk selalu berkata jujur dan berbuat benar
a. QS. Al-Ahzab (33): 70
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.”
Ayat ini menegaskan bahwa kejujuran dalam perkataan adalah bagian dari ketakwaan kepada Allah. Dalam konteks pemerintahan, ini berarti setiap pemimpin harus berkata jujur, tidak menyembunyikan fakta, dan tidak memberikan informasi yang menyesatkan.
b. QS. At-Taubah (9): 119
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan bersamalah dengan orang-orang yang jujur.”
Masyarakat, termasuk pemimpin dan pejabat, harus berada di antara orang-orang yang jujur agar pemerintahan tetap bersih dan dipercaya oleh rakyat.
2. Integritas (الأَمَانَةُ / Al-Amānah)
Integritas berarti menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab dan tidak menyalahgunakan jabatan.
a. QS. An-Nisa (4): 58
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil...”
Ayat di atas meniscayakan sifat amanah yang harus dimiliki seorang pemimpin. Kepemimpinan adalah tanggung jawab besar yang harus dijalankan dengan adil dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
b. QS. Al-Anfal (8): 27
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) jangan mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”
Sebuah peringatan agar tidak berkhianat dalam menjalankan amanah. Dalam konteks pemerintahan, pengkhianatan bisa berupa korupsi, nepotisme, atau tindakan lain yang merusak kepercayaan publik.
Kejujuran dan integritas dalam pemerintahan bukan hanya nilai moral, tetapi juga perintah langsung dari Allah. Dengan menerapkan prinsip kejujuran (ṣidq) dan amanah (al-amānah), pemerintahan yang bersih dan baik(clean and good government) dapat terwujud sesuai dengan ajaran Islam.
2. Keadilan dan Kesetaraan
Salah satu makna Idul Fitri adalah kembali kepada keadaan di mana setiap orang diperlakukan dengan adil dan setara. Dalam clean and good government, keadilan berarti tidak ada diskriminasi dalam pelayanan publik, dan setiap kebijakan yang dibuat harus berpihak kepada kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan kelompok tertentu.
1. Keadilan (العدل / Al-‘Adl).
Salah satu isu central yang terkandung dalam ayat Al-Qur'an adalah penegakan keadilan (العدل / Al-‘Adl). Bisa ditemui dalam beberapa ayat diantaranya
a. QS. An-Nisa (4): 135
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِن تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu (keadaan) keduanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Makna ayat ini menegaskan pentingnya menegakkan keadilan tanpa memihak, meskipun kepada diri sendiri, keluarga, atau orang yang berkedudukan tinggi.
b. QS. Al-Ma'idah (5): 8
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Bahwa keadilan harus ditegakkan meskipun terhadap pihak yang dibenci, karena keadilan adalah bagian dari ketakwaan.
2. Kesetaraan (المساواة / Al-Musāwah)
Selain Keadilan Al-Qur'an juga yang mengupas tentang Kesetaraan
a. QS. Al-Hujurat (49): 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: "Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti."
Menegaskan bahwa manusia diciptakan setara tanpa membedakan ras, suku, atau status sosial. Kemuliaan hanya diukur dari ketakwaan, bukan dari kedudukan duniawi.
3. Beberapa riwayat Hadits yang menekankan pentingnya Keadilan dan Kesetaraan
a. Hadits tentang Keadilan
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ قَالَ: إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَىٰ مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا (رواه مسلم، رقم 1827)
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di sisi Allah akan berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya, yaitu mereka yang berlaku adil dalam hukum, keluarga, dan kepemimpinan mereka." (HR. Muslim, No. 1827)
Maknanya Pemimpin yang adil akan mendapatkan kedudukan istimewa di sisi Allah karena keadilannya dalam kepemimpinan dan dalam menjalankan hukum.
b. Hadits tentang Kesetaraan
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَىٰ أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَىٰ عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَىٰ أَسْوَدَ وَلَا لِأَسْوَدَ عَلَىٰ أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَىٰ (رواه أحمد، رقم 23489)
Artinya: "Wahai manusia! Ketahuilah bahwa Tuhan kalian adalah satu dan bapak kalian (Adam) juga satu. Tidak ada kelebihan orang Arab atas orang non-Arab, tidak pula orang non-Arab atas orang Arab, tidak pula orang yang berkulit merah atas yang berkulit hitam, dan tidak pula yang berkulit hitam atas yang berkulit merah, kecuali dengan ketakwaan." (HR. Ahmad, No. 23489)
Hadits ini menegaskan bahwa tidak ada keistimewaan seseorang berdasarkan suku, ras, atau warna kulit, tetapi yang membedakan manusia hanyalah ketakwaan.
Dalam Islam, keadilan dan kesetaraan merupakan prinsip utama dalam kehidupan sosial dan pemerintahan. Keadilan harus ditegakkan tanpa memandang latar belakang seseorang, bahkan terhadap musuh atau diri sendiri.
Kesetaraan mengajarkan bahwa semua manusia sama di hadapan Allah, dan yang membedakan hanyalah ketakwaan.
Prinsip ini sangat relevan dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan, di mana setiap individu mendapatkan haknya tanpa diskriminasi.
3. Tanggung Jawab dan Amanah.
Jabatan dalam pemerintahan adalah amanah, bukan sekadar posisi untuk mencari keuntungan pribadi. Spirit Idul Fitri mengingatkan para pemimpin dan pegawai negeri untuk melaksanakan tugas mereka dengan penuh tanggung jawab serta mengutamakan kepentingan masyarakat.
Dalam Islam, tanggung jawab (المسؤولية / Al-Mas'ūliyyah) dan amanah (الأمانة / Al-Amānah) adalah prinsip utama yang harus dijunjung tinggi oleh setiap individu, terutama bagi mereka yang memiliki tugas kepemimpinan atau jabatan. Al-Amanah sebagai bentuk integritas dalam menjaga kepercayaan.
Bagaimana Al-Qur'an dan Hadits berbicara tentang Tanggung Jawab dan Amanah bisa kita temukan dalam beberapa ayat dan riwayat berikut :
a. QS. An-Nisa (4): 58 – Perintah Menunaikan Amanah
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat."
Ayat ini menegaskan bahwa amanah harus diberikan kepada orang yang berhak dan tidak boleh disalahgunakan. Hal ini berlaku dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam kepemimpinan dan pemerintahan.
b. QS. Al-Ahzab (33): 72 – Beratnya Beban Amanah
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikulnya dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. Namun, manusia (dengan berani) memikulnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh."
Bahwa Amanah adalah tanggung jawab besar yang harus dijaga dengan baik. Jika disalahgunakan, maka akan mendatangkan kebinasaan bagi diri sendiri dan orang lain.
c. QS. Al-Isra (17): 34 – Larangan Mengkhianati Amanah
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولًا
Artinya: "Dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawaban."
Maknanya setiap tanggung jawab dan perjanjian yang telah diambil harus dipenuhi karena kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Dalam beberapa Hadits juga ditemukan tentang pentingnya pentingnya Tanggung Jawab dan Amanah.
a. Pentingnya menunaikan Tanggung Jawab dalam Kepemimpinan diungkap salam sebuah riwayat
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ:
"كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ." (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin negara adalah pemimpin bagi rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rumah tangganya. Seorang pekerja adalah pemimpin atas harta majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab sesuai dengan perannya, dan semua tanggung jawab itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
b. Hadits tentang Orang yang Tidak Amanah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ:
"إِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ." قِيلَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: "إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَىٰ غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ." (رواه البخاري، رقم 59)
Artinya: "Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran (hari kiamat)." Seseorang bertanya, "Bagaimana bentuk penyia-nyiaan amanah?" Nabi menjawab, "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran." (HR. Bukhari, No. 59)
Menegaskan salah satu tanda kehancuran suatu bangsa atau masyarakat adalah ketika amanah diberikan kepada orang yang tidak layak, seperti pemimpin yang korup dan tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, dalam membangun clean and good government (pemerintahan yang bersih dengan tata kelola yang baik), amanah dan tanggung jawab harus menjadi prinsip utama bagi para pemimpin dan seluruh aparat negara.
4. Transparansi dan Akuntabilitas
Salah satu esensi dari Idul Fitri adalah keterbukaan, baik dalam meminta maaf maupun dalam membangun hubungan sosial. Pemerintahan yang bersih juga harus transparan dalam pengelolaan anggaran, kebijakan, dan pengambilan keputusan agar dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Dalam Islam, transparansi (الشفافية / As-Syafāfiyyah) dan akuntabilitas (المساءلة / Al-Masā’alah) adalah bagian dari prinsip amanah dan keadilan. Keduanya menjadi kunci dalam membangun pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. Beberapa ayat Al-Qur'an dan hadits yang berkaitan dengan prinsip Transparansi dan Akuntabilitas berikut ini :
1. Transparansi (الشفافية / As-Syafāfiyyah)
a. QS. Al-Baqarah (2): 282 – Transparansi dalam Catatan Keuangan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ ۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan transaksi utang-piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan adil..."
Bahwa ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam transaksi keuangan. Dalam konteks pemerintahan, hal ini berarti laporan keuangan negara harus jelas, terdokumentasi, dan tidak disembunyikan.
b. QS. Al-An'am (6): 160 – Akuntabilitas Perbuatan
مَن جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَن جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Artinya: "Barang siapa berbuat kebaikan, dia akan mendapatkan (balasan) sepuluh kali lipatnya. Dan barang siapa berbuat keburukan, maka dia tidak akan diberi balasan kecuali sebanding dengan keburukannya, dan mereka tidak akan dizalimi."
Maknanya setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya. Dalam konteks pemerintahan, ini menegaskan bahwa pemimpin dan pejabat negara harus bertanggung jawab atas keputusan dan kebijakan yang mereka buat, tidak ada alasan adanya tekanan atau situasi darurat, semua kebijakan harus ada pertanggungjawabannya.
2. Akuntabilitas (المساءلة / Al-Masā’alah)
a. QS. Al-Isra (17): 36 – Akuntabilitas dalam Pengambilan Keputusan
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban."
Setiap pemimpin dan individu harus mengambil keputusan berdasarkan ilmu dan fakta, bukan asumsi atau kepentingan pribadi. Mereka juga harus siap mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang mereka buat.
Beberapa Hadits juga berbicara tentang Transparansi dan Akuntabilitas
b. Akuntabilitas Kepemimpinan
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ:
"كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ..." (متفق عليه)
Artinya: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya..." (HR. Bukhari & Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa setiap pemimpin, baik dalam skala kecil (keluarga) maupun besar (negara), akan dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan dan keputusan yang mereka ambil.
c. Transparansi dalam Pengelolaan Keuangan Publik
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ:
"اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ ﷺ رَجُلًا مِنْ بَنِي أَسْدٍ عَلَىٰ صَدَقَةٍ، فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ: هَذَا لَكُمْ، وَهَذَا أُهْدِيَ إِلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: أَفَلَا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ، فَيَنْظُرَ أَيُهْدَىٰ إِلَيْهِ أَمْ لَا؟" (متفق عليه)
Artinya: "Nabi ﷺ mengangkat seorang dari Bani Asad untuk mengurus sedekah (zakat). Ketika dia kembali, dia berkata, 'Ini untuk kalian, dan ini hadiah untukku.' Maka Rasulullah ﷺ bersabda, 'Mengapa dia tidak duduk saja di rumah ayah dan ibunya lalu melihat apakah ada yang memberinya hadiah atau tidak?'" (HR. Bukhari & Muslim)
Hadits ini mengajarkan bahwa seorang pejabat atau pemimpin harus transparan dalam mengelola keuangan publik dan tidak boleh menerima "hadiah" yang dapat menimbulkan konflik kepentingan atau penyalahgunaan jabatan.
d. Kejujuran dalam Laporan Keuangan
النَّبِيُّ
*Pengurus BPET MUI Pusat/Pengasuh Majlis Sholawat Ahlul Kirom