![]() |
مَوْسِمَا العِبَادَةِ فِي البَلَدِ ٱلأَمِينِ: رَمَضَانُ وَالحَجُّ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (١٨٩)
Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah, 'Itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.' Dan bukanlah kebajikan itu dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya, serta bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
(QS. Al-Baqarah: 189)
Bulan Ramadhan dimulai ketika kaum muslimin melihat hilalnya, dan Syawal menggantikannya saat hilal kembali terlihat.
Sebagaimana Abdullah bin Umar radhiyallaahu 'anhuma menyampaikan, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وإذَا رَأَيْتُمُوهُ فأفْطِرُوا، فإنْ غُمَّ علَيْكُم فَاقْدُرُوا له.
Apabila kalian melihatnya (hilal), maka berpuasalah. Dan apabila kalian melihatnya, maka berbukalah. Jika hilal tertutup awan bagi kalian, maka perkirakanlah (bulan tersebut).
(HR. Al-Bukhari no. 1900)
Selama di Makkah sejak 3 Ramadhan hingga akhir Ramadhan 1446, aku melihat betapa ramai dan semangat kaum muslimin melakukan berbagai macam ibadah dan amal shaleh.
Ketika aku berjalan kaki dari Masjid al-Haram menuju hotel, banyak saja orang-orang menyedekahkan air minum di jalan. Bahkan ada yang sengaja membuat lapak dengan sekian banyak termos, lalu menghadiahkan teh hangat atau qahwah panas atau air minum kemasan kepada siapa saja yang melewati lapak itu, terutama yang mengulurkan tangan. Ini bukan dalam kawasan Masjid al-Haram, tapi di salah satu simpang jalan dekat Al Hafayir. Mereka adalah orang-orang Afrika.
Saat aku duduk menikmati teh hangat dari salah satu lapak itu, ada ungkapan wajah mereka yang kutafsirkan dengan qalbu dan memoriku: "Setiap Ramadhan, kami menyiapkan minuman ini. Kami tak punya banyak, tapi memberi sedikit lebih baik daripada tidak memberi sama sekali."
Cerminan apa yang Allah subhanahu wata'ala firmankan tentang calon penduduk Jannah:
وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًۭا وَيَتِيمًۭا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءًۭ وَلَا شُكُورًا
Dan mereka memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makan kepada kalian semata-mata karena mengharapkan wajah Allah, kami tidak menginginkan balasan dan tidak pula (ucapan) terima kasih dari kalian.
(QS. Al-Insan: 8-9)
Ketika malam ke-2 Syawal aku melewati lapak itu, tak tampak lagi seperti yang kemarin tampak.
Aku teringat ketika berbuka terakhir di dekat pelataran thawaf Daur Tsani. Aku menyuap kurma-kurma yang keluarkan dari tasku, ternyata orang-orang di kanan dan kiriku berbagi. Yang kiri memberikan susu dalam gelas plastik zamzam, sedangkan yang kanan memotong roti yang di tangannya dan memberikan kepadaku. Mereka bukan orang Indonesia.
Kemarin siang, 1 Syawal, aku lihat jemaah yang hadir di Masjid al-Haram tidak lagi seramai 24 jam sebelumnya.
Jutaan orang memadati Padang Arafah pada hari wuquf, 9 Dzulhijjah. Masjid Namirah yang begitu besar dipadati jemaah haji yang tengah berihram.
Terdapat dalam Sunan At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan lainnya bahwa ada sekelompok orang dari penduduk Najd datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Arafah lalu mereka bertanya kepada beliau. Maka beliau bersabda memerintahkan seorang muadzin untuk menyeru:
"الحَجُّ عَرَفَةُ، مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الحَجَّ."
"Haji itu (wukuf di) Arafah. Barang siapa yang datang ke Muzdalifah sebelum fajar menyingsing, maka ia telah mendapatkan haji."
(HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Selain tanggal 9 Dzulhijjah, tempat itu kosong dari jemaah. Begitu juga dengan Masjid Namirah di Arafah dan Masjid Masy'ar al-Haram yang ada di Mina.
Waktu adalah syarat bagi beberapa ibadah tadi. Sebagaimana ibadah shalat fardhu.
Allah subhanahu wata'ala berfirman:
أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمۡسِ إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيۡلِ وَقُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِۚ إِنَّ قُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِ كَانَ مَشۡهُودٗا (٧٨)
"Dirikanlah shalat sejak tergelincirnya matahari hingga gelapnya malam, dan (dirikan pula) shalat Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (QS. Al-Isra': 78)
Akan tetapi, waktu terus berjalan. Hilal selalu terbit dan berganti setiap bulan. Syawal, lalu Dzulqaidah dan Dzulhijjah adalah tiga bulan haji. Saat kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia mendatangi Makkah untuk menunaikan ibadah haji, ibadah memenuhi panggilan.
Setelah selesai Nabi Ibrahim 'alaihis salam mendirikan Ka'bah, dia diperintahkan memanggil semua manusia untuk mendatangi Baitullah ini. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
وَأَذِّن فِي ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَجِّ يَأۡتُوكَ رِجَالٗا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٖ يَأۡتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٖ (٢٧)
"Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh." (QS. Al-Hajj: 27)
Maka Ka'bah kembali dipenuhi oleh berbagai warna bahasa keturunan Adam 'alaihis salam.
Saat mataku menatap Ka'bah dari lantai atas Masjid al-Haram, tampak ia seperti bahtera yang terapung di lautan manusia yang berthawaf. Gelombang hamba-hamba yang mendatanginya dengan melaksanakan ibadah thawaf, dengan penuh harap dan keikhlasan mengitari dengan ritme yang seakan tak berujung.
Dan manakala shalat berjemaah ditegakkan, tampak rapi lingkaran shaf mengeliling Ka'bah. Subhaanallah, sangat indah. Fenomena tak ada duanya di muka bumi.
Seiring perpindahan ke Syawal dari Ramadhan. Di antara perjalanan dari Makkah ke Madinah, di dalam beberapa bis besar "Dalel al-Maalem" yang membawa kami melintasi padang pasir, dua doa ini terucap dari hati yang penuh harap dan kuketikkan dengan telunjuk tasbihku:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَسْتَغِلُّونَ مَوَاسِمَ الْخَيْرِ بِالطَّاعَةِ وَالْإِحْسَانِ
"Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memanfaatkan musim-musim kebaikan dengan ketaatan dan kebajikan."
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَاجْعَلْهُ شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Ya Allah, terimalah puasa dan qiyam kami, dan jadikanlah ia sebagai syafaat bagi kami pada hari kiamat.'
Amin, wahai Rabb Pemilik Makkah dan Madinah.
Antara Makkah dan Madinah, Senin, 2 Syawwal 1446 H / 31 Maret 2025 M
Zulkifli Zakaria
Tulisan ini bisa dibaca di: http://mahadalmaarif.com