![]() |
Ahmad Yusuf Tuanku Sidi dan Afrizal Arif Tuanku Mudo |
MU-ONLINE -- Pada Sabtu pagi yang cerah, tepat pukul 10.10 WIB tanggal 12 Januari 2025 Titip Elyas Tuanku Sulaiman, koresponden Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua-Lubuak Pandan, melakukan wawancara eksklusif dengan Afrizal Arif Tuanku Mudo, S.Pd yang akrab disapa Tuo Zal, seorang alumni sekaligus bagian dari kepengurusan Pondok Pesantren tersebut.
Dalam suasana penuh kehangatan di ruang sederhana yang menyimpan berbagai kenangan, Tuo Zal berbagi cerita tentang sosok yang menjadi pilar utama pondok pesantren, almarhum Buya H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi.
Tuo Zal mengawali ceritanya dengan penuh nostalgia, mengingat masa kecilnya di sekitar pondok pesantren. "Kami yang masih kecil dulu, atau istilahnya 'ketek-ketek', sangat mengidolakan Buya H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi. Ketika beliau pulang dari Lubuak Pandan, beliau sering membagikan uang Rp 1.000 kepada kami. Meski kecil, itu membuat kami bangga dan bermimpi menjadi seperti beliau," kenangnya dengan mata berbinar.
Awal Mula Berdirinya Pesantren
Menurut Tuo Zal, perjalanan Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua dimulai dari surau kecil di dekat pekuburan. Pada tahun 1991, Buya H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi membawa Buya H. Zainuddin Tuanku Bagindo Basa ke surau tersebut untuk menghidupkan kembali suasana keagamaan yang mulai memudar.
Peran keduanya pun terbagi jelas; Buya H. Ahmad Yusuf bertugas mencarikan dana dengan menemui tokoh masyarakat dan perantau, sementara Buya H. Zainuddin fokus mengajar santri.
Santri pertama di surau tersebut adalah Tuo Ridwan. Beberapa bulan kemudian, Tuo Pi’i dan Tuo Alex ikut bergabung. Seiring waktu, Tuo Bidin dari Singgalang dan Tuo Ahmad Yunus dari Gunuang Rajo turut hadir.
"Mereka adalah santri dengan ilmu yang sudah tinggi. Jika diibaratkan, mereka tidak 'lulus' jadi marapulai kaji di Lubuak Pandan, tetapi berhasil di sini, di surau kami yang kemudian berkembang menjadi pondok pesantren," ujar Tuo Zal.
Perjuangan dan Prinsip Kokoh
Di balik kesuksesan pondok pesantren ini, ada peran besar Buya H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi. Beliau memiliki berbagai usaha, seperti peternakan ayam, kolam ikan, dan penggilingan padi (heler), yang hasilnya digunakan untuk mendukung operasional pondok.
Bahkan dalam urusan pembangunan, Buya H. Ahmad Yusuf menerapkan sistem gotong royong. "Jika orang tua santri tidak mampu menyumbang uang, mereka diminta membantu selama tiga hari sebagai tukang bangunan," jelas Tuo Zal.
Kisah perjuangan Buya H. Ahmad Yusuf tak terlepas dari berbagai tantangan. Tuo Zal mengisahkan bahwa sering kali terjadi perbedaan pendapat di antara mereka.
"Kadang Buya marah kepada saya terkait keputusan administrasi, seperti pengelolaan dana BOS. Namun, pada akhirnya, beliau setuju karena beliau selalu terbuka untuk berdiskusi," ujar Tuo Zal. Meski begitu, prinsip Buya yang kokoh dan tidak goyah menjadikannya figur panutan bagi masyarakat.
Peran Tuo Zal dalam Perkembangan Pondok
Sebagai salah satu murid yang dekat dengan Buya H. Ahmad Yusuf, Tuo Zal juga memainkan peran penting dalam administrasi pondok.
"Ketika saya masih SMA, saya dipercaya untuk mengurus surat izin hingga proposal pembangunan pondok," ujarnya. Setelah menikah dan pindah ke Ulakan, Tuo Zal tetap berkontribusi dengan melibatkan Buya Damanhuri Tuanku Mudo dan Buya Tuanku Afredison dalam kepengurusan pondok pada tahun 2006. Mereka bertugas mengurus bantuan dana BOS dan program Wajar Dikdas yang saat itu berhasil mendapatkan insentif sebesar Rp 36 juta.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk membangun anjuang berbeton, sebagai simbol kokohnya pondok pesantren ini. "Dana BOS memiliki aturan yang ketat, dan saya sering berbeda pendapat dengan Buya terkait penggunaannya. Namun, setelah berdiskusi, kami selalu mencapai kesepakatan bersama," ungkap Tuo Zal.
Sosok Teladan dan Harapan Masa Depan
Tuo Zal menggambarkan Buya H. Ahmad Yusuf sebagai sosok yang tidak hanya visioner, tetapi juga penuh kasih. Beliau mampu menginspirasi santri dan masyarakat untuk terus maju. Bahkan, ketika santri semakin banyak, tugas mengajar anak-anak TPA dan TPSA diserahkan kepada Afrizal, sementara Buya H. Zainuddin fokus mengajar kitab kuning.
Dalam perjalanan waktu, Pondok Pesantren ini terus berkembang berkat sinergi antara para guru, santri, dan masyarakat. Kini, Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam yang berpengaruh di daerah tersebut.
Wawancara yang berlangsung selama 15 menit itu ditutup dengan harapan Tuo Zal agar generasi muda terus mengenang dan melanjutkan perjuangan Buya H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi.
"Beliau telah meletakkan fondasi yang kokoh bagi pondok ini. Tugas kita sekarang adalah menjaga dan mengembangkannya," tutup Tuo Zal dengan nada penuh haru.
Melalui cerita ini, kita dapat melihat bagaimana dedikasi, kerja keras, dan prinsip hidup yang kuat mampu membawa perubahan besar, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi komunitas. Kisah Buya H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi adalah inspirasi nyata tentang arti pengabdian dan perjuangan untuk mencerdaskan generasi muda.
Kontributor: titip elyas tuanku sulaiman