![]() |
Rangkaian Sapa Ungku Shaliah Kiramatullah di Masjid Agung Syekh Burhanuddin Ulakan. (foto dokpri) |
Cerita ini diambil dari kiriman Tuanku Afdhal Yusra atas permintaan Buya Damanhuri Tuanku Mudo, SH untuk dijadikan berita populer
MU-ONLINE -- Pagi hari Sabtu, 31 Agustus 2024, di berbagai sudut Kabupaten Padang Pariaman, riuh rendah persiapan masyarakat mulai terasa.
Pagi itu bukan sekadar hari biasa, melainkan hari yang ditunggu-tunggu oleh jamaah Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah. Di masjid-masjid, surau-surau, dan rumah-rumah penduduk, suara doa dan zikir bergema, menyatu dalam suasana khusyuk.
Ini adalah hari istimewa, saat seluruh jamaah se-Provinsi Sumatera Barat berkumpul untuk melaksanakan rangkaian wirid "Sapa Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah."
Sejak fajar menyingsing, para jamaah telah bersiap di Sungai Sariak, tempat yang menjadi pusat dari rangkaian acara ini. Di bawah bimbingan Buya Ringan-Ringan, Syaikh H. Ali Amran Hasan, yang merupakan Khalifah tarekat Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah semasa hidupnya, rangkaian kegiatan dimulai dengan penyembelihan kerbau.
Tradisi ini, yang diwariskan oleh Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah, memiliki makna mendalam sebagai upaya pembayar hutang nenek moyang yang pernah mencuri kerbau Syaikh Burhanuddin Ulakan di masa lalu.
Setelah penyembelihan, jamaah bergerak menuju makam Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah untuk berziarah. Di sana, mereka melantunkan doa-doa dan memanjatkan harapan agar segala amal kebaikan diterima oleh Allah SWT.
Kehadiran ratusan jamaah membuat suasana ziarah begitu sakral dan penuh khidmat. Sebuah kebersamaan yang tidak hanya memperkuat ikatan batin antar sesama jamaah, tetapi juga memperteguh hubungan spiritual dengan para pendahulu.
Menjelang siang, jamaah berkumpul di Masjid Agung Ulakan untuk melaksanakan sholat Zuhur berjamaah. Masjid itu seakan menjadi saksi dari perjalanan panjang tarekat ini. Seusai sholat, acara "basapa" dimulai.
Jamaah kemudian melanjutkan ziarah ke makam Syaikh Burhanuddin Ulakan, sang ulama besar yang menjadi pilar dalam sejarah penyebaran Islam di Minangkabau.
Saat matahari mulai condong ke barat, sholat Ashar berjamaah dilaksanakan di masjid yang sama. Setelah itu, jamaah berkumpul kembali untuk melaksanakan "Atik Tulak Bala" dan membaca Ratib Haddad bersama-sama. Suara ratib bergema, mengalun merdu memenuhi setiap sudut masjid. Setiap kalimat yang dilafalkan seakan membawa ketenangan dan kedamaian dalam hati setiap jamaah yang hadir.
Saat senja mulai datang, para jamaah menuju Surau Koperasi Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah di Sungai Sariak. Di sana, hidangan daging kerbau yang telah disembelih pagi tadi telah siap disajikan. Makan bersama ini bukan sekadar kegiatan mengisi perut, tetapi menjadi simbol kebersamaan dan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan.
Malam pun tiba, dan para jamaah kembali ke Masjid Ulakan untuk melaksanakan sholat Maghrib berjamaah. Seusai sholat, mereka mendengarkan dengan penuh khidmat penuturan sejarah tentang Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah dan Syaikh Burhanuddin Ulakan.
Kisah-kisah ini membawa jamaah ke masa lalu, mengingatkan mereka pada perjuangan para ulama dalam menyebarkan ajaran Islam dan menjaga kemurnian tarekat.
Menjelang akhir acara, sholat Isya berjamaah menjadi penutup yang khusyuk. Setelah itu, satu per satu jamaah mulai kembali ke tempat masing-masing. Wajah-wajah mereka terlihat penuh dengan kepuasan dan kebahagiaan spiritual, seakan mendapat energi baru untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
Rangkaian wirid "Sapa Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah" ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi sebuah peringatan akan pentingnya menjaga warisan spiritual yang telah diberikan oleh para pendahulu.
Di setiap langkah dan doa yang dipanjatkan, terasa bahwa pesan-pesan spiritual dari Syaikh Buya Ungku Shaliah Kiramatullah terus hidup dan menyertai perjalanan hidup setiap jamaah.
Pewarta: titip elyas tuanku sulaiman