![]() |
Empat alumni Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua mengadu kebolehan di lapangan badminton pesantren itu. (foto titip elyas) |
MU-ONLINE -- Pada sore yang tenang, tepat pukul 17.20 WIB, lapangan badminton Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua, Nagari Balah Aie Utara, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Padang Pariaman menjadi saksi dari sebuah pertandingan istimewa.
Empat alumni yang telah mengharumkan nama pesantren di masa lalu, kini kembali ke lapangan. Mereka adalah Hery Firmansyah Tuanku Khalifah Syaikh Burhanuddin Ulakan ke XV, John Hendri Tuanku Labay Bandaro, H. Abdullah Khalidi Tuanku Sidi, dan Ardi Mulis Tuanku Mudo.
Sorak sorai santri dan alumni yang berkumpul di tepi lapangan semakin menambah semarak suasana.
Hery Firmansyah, yang dikenal sebagai Tuanku Khalifah Syaikh Burhanuddin Ulakan ke XV, masih memperlihatkan kelincahannya di usia yang tidak muda lagi. Setiap pukulan bulutangkisnya penuh perhitungan, mengingatkan para penonton pada masa kejayaannya dulu.
Di sisi lain, John Hendri Tuanku Labay Bandaro, yang tak kalah legendaris, menampilkan kemampuan yang belum pudar, meski bertahun-tahun telah berlalu sejak ia meninggalkan lapangan ini.
Kedua legenda ini kini bertarung kembali, berhadapan dengan dua pemain muda namun tangguh, H. Abdullah Khalidi Tuanku Sidi dan Ardi Mulis Tuanku Mudo.
Meski berbeda generasi, pertandingan ini tidak kekurangan semangat dan keterampilan. Setiap reli, setiap smash, setiap netting menjadi tontonan yang begitu menghibur dan mengesankan bagi para penonton.
Para alumni yang hadir teringat akan masa-masa mereka berlatih keras di lapangan yang sama, sementara para santri yang menonton menyaksikan dengan penuh kekaguman.
Mereka belajar bahwa di balik setiap keberhasilan, ada dedikasi dan disiplin yang tidak pernah surut, sebagaimana yang ditunjukkan oleh keempat pemain ini.
Pertandingan ini bukan hanya soal kemenangan atau kekalahan, melainkan sebuah simbol dari semangat kebersamaan dan penghormatan terhadap tradisi yang selalu hidup di Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua.
Suara tepuk tangan dan sorakan penonton mengiringi setiap langkah pemain, dan ketika pertandingan berakhir, semua yang hadir tahu bahwa mereka baru saja menyaksikan sesuatu yang istimewa—sebuah permainan yang akan dikenang sebagai bagian dari sejarah pesantren ini.
Pewarta: titip elyas tuanku sulaiman