![]() |
Ismail Hasan Tuanku Bagindo foto berdua dengan Tuanku Dayat Desmanto. (foto dokpri) |
MU-ONLINE -- Pada pagi yang tenang, hari Jum'at, tanggal 30 Agustus 2024, Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pandan di Korong Kampung Guci, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, terasa sejuk diselimuti kabut tipis.
Pada pukul 09.51 WIB, suasana pesantren yang biasanya sunyi dan penuh kedamaian berubah sedikit saat langkah-langkah tegas Tuanku Dayat Desmanto menggema di sepanjang lorong.
Tuanku Dayat Desmanto berjalan menuju sebuah kamar sederhana yang terletak di sudut pesantren. Kamar itu milik Ismail Hasan Tuanku Bagindo, seorang guru muda yang lahir pada 27 Juni 2005 di Nagari Tandikek, Kecamatan Patamuan.
Kamar itu memancarkan kesederhanaan, dengan dinding bercat biru muda dan jendela kecil yang menghadap ke halaman pesantren. Di dalamnya, berbagai kitab kuning tersusun rapi di rak kayu tua, menjadi saksi bisu dari kesungguhan Ismail dalam menuntut ilmu.
Ismail Hasan Tuanku Bagindo bukanlah sosok biasa. Ia adalah keturunan dari Buya Muslim Tuanku Bagindo, seorang ulama besar dari Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman.
Warisan keilmuan dari Buya Muslim seakan mengalir dalam diri Ismail, yang sejak tahun 2017 telah menjadi santri di pesantren ini. Kini, setelah menamatkan pendidikannya pada tahun 2024, Ismail mengabdikan dirinya sebagai guru di tempat yang sama, mengajar dan membimbing para santri dengan penuh keikhlasan.
Tuanku Dayat Desmanto, yang dikenal dengan ketajaman pandangannya terhadap ilmu agama, menyadari potensi besar dalam diri Ismail.
Di tengah kesederhanaan kamar itu, Tuanku Dayat merenungkan perjalanan hidup Ismail yang penuh makna. Dari seorang santri hingga menjadi pengajar, Ismail menunjukkan komitmen yang luar biasa terhadap agama dan pendidikan.
Namun, Tuanku Dayat tahu bahwa perjalanan Ismail belum selesai. Ada panggilan yang lebih besar, yaitu untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Rencana Ismail untuk melanjutkan studinya di Institut Agama Islam (IAI) Sumbar Pariaman menjadi sebuah keputusan yang dipandang bijak oleh Tuanku Dayat.
Baginya, melanjutkan pendidikan adalah langkah penting dalam mengembangkan diri dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi umat.
Tuanku Dayat memandang Ismail sebagai penerus dari garis keturunan ulama yang tidak hanya bertanggung jawab untuk mempertahankan tradisi, tetapi juga untuk mengembangkan dan menyebarkan ilmu ke generasi yang lebih luas.
Kunjungan Tuanku Dayat Desmanto ke kamar Ismail Hasan Tuanku Bagindo pagi itu meninggalkan kesan mendalam. Bukan hanya sekadar pertemuan saja, tetapi juga sebuah pengingat bahwa perjalanan menuntut ilmu tidak pernah berhenti.
Di tengah keheningan pesantren, tekad Ismail untuk melanjutkan studinya semakin kuat, didorong oleh nasihat dan pengakuan dari Tuanku Dayat Desmanto.
Dengan keyakinan yang kokoh, Ismail Hasan Tuanku Bagindo siap melangkah ke babak baru dalam hidupnya, membawa nama besar keluarganya dan harapan dari pesantren tempat ia mengabdi.
Penulis : Titip Elyas Tuanku Sulaiman
Kisah ini diambil dari kiriman Tuanku Dayat Desmanto