![]() |
Halaqah XVIII MTSN di PPMTI Batang Kabung, Padang yang membahas persoalan ziarah sebagai tradisi silaturrahmi batin. (foto : titip elyas) |
MU-ONLINE--Pada hari Minggu, 9 Juni 2024, pukul 09.58 WIB, di aula Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah (PPMTI) Batang Kabung, Kota Padang, berlangsunglah acara yang sangat dinantikan: Pertemuan Akbar Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional.
Acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh terkemuka seperti Buya Ahmad Damanhuri Tuanku Mudo yang bertindak sebagai protokol acara, Buya Prof Duski Samad, Buya Mahyuddin Salif Tuanku Sutan, Dr. Zalkhairi Tuanku Bagindo, serta Azwandi Rahman.
Acara dimulai dengan lantunan doa pembukaan yang dipimpin oleh Buya Mahyuddin Salif Tuanku Sutan, selaku tuan rumah dan Pimpinan Pondok Pesantren MTI Batang Kabung.
Suara dia yang khidmat membawa suasana hening, memberikan aura kesakralan pada acara yang dihadiri oleh para alim ulama, tuanku, dan peserta dari berbagai daerah di Sumatera Barat ini.
Sambutan Pembukaan: Menyatukan Persepsi Keilmuan
Ahmad Damanhuri Tuanku Mudo kemudian mempersilahkan Zalkhairi Tuanku Bagindo untuk menyampaikan sambutan pembukaan.
Dalam pidatonya, Zalkhairi Tuanku Bagindo menjelaskan sejarah berdirinya forum Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional.
Dia menekankan pentingnya halaqah ini sebagai wadah untuk mencarikan dasar-dasar hukum dan solusi bagi masyarakat, serta sebagai ajang untuk berbagi ilmu dan pengalaman dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Selanjutnya, Tuanku Abusani dari Ambung Kapur, Padang Pariaman, seorang tuanku ahli hisab rukyat taqwim, menyampaikan sambutannya.
Dia menekankan pentingnya kebersamaan dalam menentukan kalender Islam, serta bagaimana kesepakatan dalam penentuan waktu-waktu ibadah dapat menyatukan umat.
Refleksi Awal Mula Pembentukan Grup WA
Ahmad Damanhuri Tuanku Mudo kemudian mempersilahkan Buya Prof Duski Samad untuk memberikan kata sambutan tentang awal mula pembentukan grup WA Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional.
Prof Duski Samad mengisahkan pertemuan tiga orang tuanku, yakni Syafrizal Tuanku Sidi Sati, Ahmad Damanhuri Tuanku Mudo, dan dirinya sendiri. Pertemuan tersebut berawal dari diskusi tentang kritik terhadap ceramah mereka, yang kemudian berkembang menjadi pembentukan grup WA sebagai wadah diskusi lebih lanjut.
Prof Duski Samad menambahkan, bahwa grup WA ini awalnya digunakan untuk zoom meeting. Namun, seiring berjalannya waktu, pertemuan daring tersebut dihentikan sementara dan digantikan dengan pertemuan akbar sebulan sekali.
"Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi ajang untuk membahas berbagai isu keagamaan yang berkembang di masyarakat, khususnya di Sumatera Barat," kata dia.
NU dan PERTI: Sinergi untuk Keumatan
Selanjutnya, Azwandi Rahman, Wakil Bendahara PBNU yang mewakili undangan dari Prof Ganefri, menyampaikan bahwa antara NU dan PERTI tidak ada perbedaan yang mendasar.
"Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu mengawal Ahlussunnah wal Jama'ah di Sumatera Barat," katanya.
Azwandi Rahman juga menyampaikan kisah Gus Dur yang sering mendatangi kiai kampung untuk mencari solusi atas masalah umat, menekankan pentingnya peran ulama dalam memberikan petuah kepada para pemimpin.
Ziarah dan Tradisi Basapa
Ahmad Damanhuri Tuanku Mudo kemudian mempersilahkan Buya Mahyuddin Salif Tuanku Sutan untuk membuka acara inti.
Dalam pidatonya, Buya Mahyuddin Salif Tuanku Sutan membahas tentang pentingnya tradisi ziarah ke makam ulama dan tradisi Basapa ke Ulakan.
Dia mengingatkan bahwa ziarah kubur adalah salah satu cara untuk mengingat kematian dan memperkuat iman.
Buya Mahyuddin Salif Tuanku Sutan juga mengisahkan sejarah terbentuknya Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah Batang Kabung, yang didirikan atas dasar kebersamaan para ulama dan kegigihan dalam menuntut ilmu agama.
"Kisah Buya Amran Wali, seorang ulama Naqsyabandiyah dari Aceh yang pernah mengunjungi pondok pesantren ini, menjadi salah satu inspirasi bagi saya dalam memperkuat keilmuan tarekat," katanya.
Dialog dan Tanggapan
Selanjutnya, Ahmad Damanhuri Tuanku Mudo mempersilahkan Buya Tuanku Labay Muhammad Rais untuk memberikan petuah-petuahnya.
Buya Tuanku Labay Muhammad Rais menekankan pentingnya melestarikan tradisi ziarah karena berbagai manfaatnya, seperti menjalin silaturahmi batin dan mendapatkan keberkahan dari para ulama yang dimakamkan.
Kemudian, Buya Tuanku Abusani menyampaikan tanggapannya, termasuk kisah tentang ziarah ke makam Syaikh Burhanuddin Kuntu di Kampar, Riau, dan sejarah tradisi Basapa ke Ulakan.
Dia juga berbagi pandangan mengenai pentingnya menembok kuburan untuk menjaga kehormatan mayat.
Penutupan dan Harapan
Acara ditutup dengan pertanyaan dari Tuanku Khatib Syambusrin tentang larangan menembok kuburan, yang dijawab oleh para narasumber dengan mengacu pada hadist dan dalil-dalil keagamaan.
Prof Duski Samad mengingatkan para tuanku untuk menjadi tokoh moderat di lingkungan mereka, dan pentingnya kompetensi serta kecermatan dalam menggunakan media sosial.
Ahmad Damanhuri Tuanku Mudo mengakhiri acara dengan ucapan terima kasih kepada semua narasumber dan peserta yang hadir.
Pertemuan ini diharapkan dapat memperkuat tali silaturahmi dan menyegarkan keilmuan Islam di Sumatera Barat.
Menjelang akhir acara, para peserta menikmati paket makanan siang yang telah dipersiapkan oleh panitia, mengakhiri pertemuan akbar ini dengan suasana yang hangat dan penuh kebersamaan. (titip elyas)